Kamis, 08 April 2021 13:58
WIB
Reporter :
Kategori :
Perspektif
MCD-Sarinah. Sumber foto: Tribunnews.com/Twitter/ @Madann_dan @Sonyadeputra01
Oleh: A. Windarto *
Masih ingatkah dengan peristiwa selebrasi penutupan gerai McD di pusat perbelanjaan Sarinah saat Jakarta tengah diberlakukan PSBB? Tentu, selain karena telah menciptakan kehebohan di jagat medsos, peristiwa itu telah memberi pelajaran penting.
Pertama, bahwa massa atau kerumunan bukan hadir secara tiba-tiba alias jatuh dari langit, melainkan lantaran diciptakan. Itu artinya, hal itu merupakan bagian dari rekayasa sosial yang dihasilkan oleh kalangan terdidik dan terpelajar. Dalam kajian budaya yang pernah dilakukan oleh James T. Siegel, rekayasa itu adalah kerja intelektual dari kalangan yang kerap disebut sebagai kelas menengah. Itulah mengapa massa seolah-olah menjadi ibarat "bungker" bagi pihak-pihak yang sesungguhnya takut akan dituduh dengan berbagai prasangka. Dalam konteks penutupan McD Sarinah, prasangka sebagai konsumen dari komoditi global dapat tertutupi atau disembunyikan di balik identitas tanpa wajah.
Baca Juga
Kedua, hal dan masalah di atas mirip dengan apa yang oleh Gunawan Mohamad pernah kaji dengan jeli dan cerdas, yaitu tentang selebritas (Tempo, 10/2/2013). Pada tataran ini, hal itu boleh dibilang sebagai akibat dari pengaruh media komunikasi massal modern, khususnya dalam industri film dan teknologi fotografi. Persisnya, selebritas diciptakan pada pertengahan abad ke-20 dan telah menghadirkan apa yang disebut sebagai para penonton, pendengar dan pembaca. Mereka adalah massa yang sehari-hari tak pernah berjumpa, saling kenal, apalagi bertegur sapa, terutama dengan para aktor/aktris yang menjadi tokoh-tokoh penting di media massa. Maka masuk akal jika sebagai orang kebanyakan, wajahnya tak punya riwayat. Karena itulah, mereka praktis ada dalam penjara budaya massa yang membuat segalanya, termasuk penutupan gerai McD, layak untuk dirayakan.
Ketiga, perayaan yang di mata sebagian besar konsumen dianggap menentukan itu sesungguhnya lantaran ada yang merekayasanya secara kultural. Khususnya melalui "tangan-tangan tak kelihatan" ("the inivisible hands") dari para pekerja media massa, apa/siapa pun dapat menjadi tontonan, pajangan atau pameran yang berdaya pukau sedemikian menggairahkan, meski sudah tampak koyak dan boyak (hambar). Jadi, gairah terhadap komoditi yang membuat orang mudah larut dalam kekaguman dan siap menanggung segala risikonya itulah yang mendorong dan membentuk massa di sekitar gerai McD. Namun, kajian Benedict Anderson (1991/2001) tentang "komunitas-komunitas terbayang" ("Imagined communities") memperlihatkan ironi yang sedemikian tajam, signifikan dan relevan dari budaya massa. Sebab di sanalah sesungguhnya segalanya siap untuk dikorbankan, termasuk melepas apa yang menjadi miliknya sendiri.
Dari ketiga pelajaran di atas, tampak bahwa peristiwa selebrasi di atas dimungkinkan terjadi bukan oleh rasa kehilangan akibat penutupan itu. Namun, terlebih karena McD sebagai arena selebrasi telah disingkirkan dari hadapan massa yang pada dasarnya gemar untuk berkerumun. Penyingkiran itu membuat mereka seperti kehilangan patron. Meski pada patron itu yang terlihat sebenarnya hanyalah "diri" yang tanpa aura, tanpa gelora, bahkan tanpa subjek, tapi di sanalah massa justru mendapatkan saat dan tempat yang tepat untuk selalu dapat berakrobat seperti dalam atraksi tong setan yang berputar-putar dari bawah ke atas dan begitu terus selamanya. Membosankan memang. Namun, di situlah kebanyakan orang sudah merasa terhibur asal dikerjakan dengan tekun dan rapi tanpa perlu mengumbar banyak kata. Maka tak heran jika dalam selebrasi pada intinya tak ada rasa kehilangan, apalagi duka dan ratapan. Karena segalanya telah direkayasa untuk dijadikan perayaan akan bertahannya budaya massa yang seakan-akan abadi sepanjang segala masa. Budaya yang selalu mampu beradaptasi dalam dunia industri dan tidak akan mudah punah ini telah menjadi "selendang" bagi massanya. Dengan cara itulah, massa tetap punya alat atau media untuk menggendong segala yang sudah hilang hingga mereka dapat menemukan aktor/aktris baru yang dapat ditampilkan. Dan penampilan yang mampu membuat orang banyak terpukau adalah instrumen yang paling menentukan secara teknis. Karena mereka hanya perlu dituntun dan, jika perlu, dituntut dengan konstruksi "diri" dari arena selebrasi.
Maka bukan kebetulan jika sosok seperti Anya Dwinov yang hampir terjebak dalam kerumuman selebrasi itu menjadi layak untuk diberitakan di media massa (Kompas.com, 11/5/2020). Bukan karena dirinya telah populer sebagai pembawa acara, namun lantaran selebritasnya lebih "bernilai" di hadapan kamera, alat perekam suara, atau catatan seorang jurnalis. Nilai itulah yang saat ini menjadi ukuran di mana-mana meski mudah usang dan dibuang kapanpun dan di manapun. Hal itu senada dengan yang pernah diujarkan oleh Henry Kissinger, mantan Menteri Luar Negeri AS yang pintar dan tersohor bahwa menjadi selebritas adalah sesuatu yang menyenangkan. Sebab ketika menjadi selebritas, semakin membosankan justru semakin layak untuk dikenang dan diabadikan. Jadi, kerumunan yang bikin resah dan gelisah sesungguhnya hanyalah rekayasa yang juga kerap ditampilkan di depan media massa. Dengan kata lain, mereka adalah arena selebrasi yang di masa lalu digemari juga oleh Hitler dan Mussolini. Dua tokoh historis yang mampu menggemparkan dunia karena ramai-ramai telah diubah untuk menjadi pemimpin yang estetis secara politik. Singkatnya, pemimpin yang mampu membuat khalayak sedemikian terpukau lantaran "sang juara, sang bintang dan sang diktator" justru jadi pemenangnya.
Alih-alih di tengah normal baru, pelajaran dari selebrasi di atas semoga dapat membuka mata dan telinga siapapun, termasuk para pemimpin di masa kini, agar dapat lebih peka dan tajam menangkap dan menyuarakan kepentingan hidup ber(se)sama. Kepentingan yang bukan sekadar demi mengamankan aset-aset produksi dan/atau industri, tetapi juga keselamatan rakyat yang selama ini nasibnya kerap terbuang dari pikiran.
*Peneliti di Lembaga Studi Realino, Sanata Dharma, Yogyakarta
Sosok dan Pemikiran Dhakidae, Cendekiawan dan KekuasaanOleh: Fridiyanto* Daniel Dhakidae, seorang begawan ilmu sosial yang mungkin menurut saya tidak terlampau banyak dikenal di kalangan akademisi perguruan |
Jumat, 09 April 2021 13:10
WIB Warga SAD Bukit 12 Ikut Berkompetisi di Penerimaan Anggota Polri Tahun 2021Kajanglako.com, Sarolangun - Satu orang warga Suku Anak Dalam (SAD) di wilayah Sarolangun mendaftarkan diri dalam penerimaan polisi di tahun 2021. Warga |
Kamis, 08 April 2021 16:54
WIB UN Ditiadakan, Asesmen Nasional Jadi Penentu Kelulusan Siswa di SekolahKajanglako.com, Sarolangun – Tahun 2021 ini, Ujian Nasional yang biasanya menentukan kelulusan bagi siswa dan siswi baik SD, SMP maupun SMA sederajat, |
Sejarah Jambi Cerita dari Daerah Jambi (2)Oleh: Frieda Amran (Antropolog. Mukim di Belanda) 11. Kemudian diceritakan bahwa pada waktu, Mahmud Mahyuddin sendiri sedang berperang di Jambi. Perang |
Kamis, 08 April 2021 12:15
WIB Pemkab Merangin Bolehkan Tarawih dan Sholat Idul Fitri BerjamaahKajanglako.com, Merangin - Pemerintah Kabupaten Merangin mengeluarkan kebijakan terkait pelaksanaan ibadah Ramadhan dan Idul Fitri di tengah pandemi Covid-19. Bupati |
Kamis, 08 April 2021 13:58
WIB
Minggu, 28 Maret 2021 03:34
WIB
Senin, 22 Februari 2021 16:29
WIB
Rabu, 10 Februari 2021 13:23
WIB
Sabtu, 30 Januari 2021 04:42
WIB
Kamis, 01 April 2021 08:23
WIB
Siaga Radikalisme, Polres Sarolangun Gelar Apel Bersama |
Rabu, 31 Maret 2021 14:17
WIB
Syafril Nursal Imbau Keluarga Besar Dukung Haris- Sani dalam PSU Pilgub Jambi |
Kamis, 11 Juni 2020 11:33
WIB
70 Persen Kebutuhan Ikan di Merangin Dipasok dari Luar |
Sabtu, 07 Maret 2020 04:39
WIB
Polemik Pagar Seng PT EBN vs Pedagang BJ Dikonfrontir di Meja Hijau DPRD |
Natal dan Refleksi Keagamaan Jumat, 28 Desember 2018 07:09 WIB Berbagi Kasih Antar Sesama Suku Anak Dalam |
Festival Budaya Bioskop Jumat, 16 November 2018 06:20 WIB Bentuk Museum Bioskop, Tempoa Art Digandeng Institut Kesenian Jakarta |
PT : Media Sinergi Samudra
Alamat Perusahaan : Jl. Barau barau RT 25 Kel. Pakuan Baru, Kec. Jambi Selatan – Jambi
Alamat Kantor Redaksi : Jl. Kayu Manis, Perum Bahari I, No.C-05 Simpang IV Sipin Telanaipura Kota Jambi (36122)
Kontak Kami : 0822 4295 1185
www.kajanglako.com
All rights reserved.